Rabu, 22 Mei 2013

Inilah Balapan Sapi Tradisional Indonesia







KOMPAS.com
 - Indonesia memiliki kekayaan budaya dan salah satu budaya di Indonesia adalah lomba balapan tradisional menggunakan hewan. Ini merupakan balapan tradisional unik dan asli Indonesia. Apa saja jenis balapan asli Indonesia tersebut? Berikut jawabannya.
Karapan Sapi Madura
Karapan sapi merupakan perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Madura Jawa Timur. Bagi kebanyakan masyarakat Madura, karapan sapi tidak hanya sebuah pesta rakyat atau acara yang diselenggarakan tiap tahun yang diwarisi secara turun temurun. Tetapi karapan sapi bagi masyarakat Madura adalah bentuk simbol prestise yang dapat mengangkat harkat dan martabat masyarakat Madura, karena sapi yang digunakan untuk pertandingan merupakan sapi-sapi yang berkualitas sangat baik tentu dengan perlakuan yang istimewa pula.
Pulau Madura tidak hanya dikenal sebagai penghasil garam, tetapi juga penghasil sapi-sapi pacuan yang berkualitas sangat baik. Tidak jarang sang pemilik sapi mempersiapkan sapi pacuannya dengan memberikan pijatan khusus dan makanan tidak kurang dari 80 butir telur setiap harinya, agar stamina dan kekuatan sapi sapi tersebut terjaga.
Bahkan perlakuan istimewa sapi sapi tersebut di beberapa rumah terlihat ada yang menghiasi garasi bukan dengan mobil tetapi malah sapi tersebut yang berada di garasi rumah. Maklum saja karena untuk sapi yang memenangkan pertandingan dapat mencapai harga Rp 75 juta per ekornya.
Dalam perayaan karapan sapi ini, harga diri para pemilik sapi dipertaruhkan. Kalau mereka dapat memenangkan pertandingan, selain hadiah uang didapat biasanya hadiah dari pertaruhan juga mereka dapatkan. Kalau mereka kalah dalam pertandingan ini, harga diri pemilik jatuh dan mereka habis uang yang tidak sedikit untuk karapan sapi ini. Karena perawatan sapi–sapi sebelum pertandingan mahal, dan biasanya mereka menyewa dukun agar menjaga sapinya selamat dari serangan jampi-jampi musuh mereka.
Perayaan besar karapan sapi ini diadakan sekali dalam setahun, tetapi untuk menuju final harus memenuhi beberapa tahapan terlebih dahulu.
Ada dua macam perayaan karapan sapi di Madura. Pertama adalah Presiden Cup dan Bupati Cup. Untuk Bupati Cup biasanya diadakan dua dalam setahun. Para pemenang Bupati Cup ini biasanya akan melanjutkan pertandingannya ke Presiden Cup. Untuk para fotografer momen yang bagus adalah pada saat Bupati Cup.
Dalam karapan sapi, para penonton tidak hanya disuguhi adu cepat sapi dan ketangkasan para jokinya. Sebelum memulai para pemilik biasanya melakukan ritual arak-arakan sapi di sekeliling pacuan disertai alat musik seronen, perpaduan alat musik khas Madura sehingga membuat acara ini menjadi semakin meriah.
karapansapi-madura
Karapan sapi Madura. (BARRY KUSUMA)
Panjang rute lintasan karapan sapi tersebut antara 180 sampai dengan 200 meter yang dapat ditempuh dalam waktu 14-18 detik. Tentu sangat cepat kecepatan sapi–sapi tersebut. Selain kelihaian joki terkadang bambu yang digunakan untuk menginjak sang joki melayang di udara karena cepatnya kecepatan sapi sapi tersebut.
Untuk memperoleh dan menambah kecepatan laju sapi tersebut, pangkal ekor sapi dipasangi sabuk yang terdapat penuh paku yang tajam dan sang joki melecutkan cambuknya yang juga diberi duri tajam ke arah bokong sapi.
Tentu saja luka ini akan membuat sapi berlari lebih kencang, tetapi juga menimbulkan luka di sekitar pantat sapi. Setelah bertanding sapi tersebut diberi istirahat beberapa waktu agar luka itu sembuh. Sapi yang dipertandingkan di karapan ini hanya 2 sampai dengan 3 kali saja dan tidak boleh lebih.
Jarak pemenang terkadang selisih sangat tipis, bahkan tidak jarang hanya berjarak 1-2 detik saja, dan hal ini terkadang membuat pihak yang kalah memprotes. Tetapi mereka diberikan kesempatan untuk bertanding lagi dengan yang kalah. Saat yang membahagiakan bagi para pemenang adalah selain mendapat hadiah, biasanya hadiah taruhan juga mereka dapatkan. Selain itu harga sapi pemenang dapat membumbung tinggi harganya.
Makepung di Jembrana
Makepung yang dalam bahasa Indonesia berarti berkejar-kejaran, adalah tradisi berupa lomba pacu kerbau yang telah lama melekat pada masyarakat Bali, khususnya di Kabupaten Jembrana. Tradisi ini awalnya hanyalah permainan para petani yang dilakukan di sela-sela kegiatan membajak sawah di musim panen. Kala itu, mereka saling beradu cepat dengan memacu kerbau yang dikaitkan pada sebuah gerobak dan dikendalikan oleh seorang joki.
Makin lama, kegiatan yang semula iseng itu pun berkembang dan makin diminati banyak kalangan. Kini, makepung telah menjadi salah satu atraksi budaya yang paling menarik dan banyak ditonton oleh wisatawan termasuk para turis asing. Tak hanya itu, lomba pacu kerbau ini pun telah menjadi agenda tahunan wisata di Bali dan dikelola secara profesional.
Sekarang ini, makepung tidak hanya diikuti oleh kalangan petani saja. Para pegawai dan pengusaha dari kota pun banyak yang menjadi peserta maupun pendukung.
Apalagi, dalam sebuah pertarungan besar, Gubernur Cup misalnya, peserta makepung yang hadir bisa mencapai sekitar 300 pasang kerbau atau bahkan lebih. Suasana pun menjadi sangat meriah dengan hadirnya para pemusik jegog (gamelan khas Bali yang terbuat dari bambu) untuk menyemarakkan suasana lomba.
Ketika mulai dilombakan pada tahun 1970-an, aturan dan kelengkapan dalam makepung ikut mengalami beberapa perubahan. Misalnya, kerbau yang tadinya hanya seekor, sekarang menjadi sepasang. Kemudian, cikar atau gerobak untuk joki yang dulunya berukuran besar, kini diganti dengan yang lebih kecil.
makepung-jembrana
Makepung di Jembrana, Bali. (BARRY KUSUMA)
Selain itu, kerbau peserta makepung sekarang juga lebih ‘modis’ dengan adanya berbagai macam hiasan berupa mahkota yang dipasang di kepala kerbau dan bendera hijau atau merah di masing-masing cikar. Sementara, arena Makepung berupa track tanah berbentuk U sepanjang 1-2 km.
Berbeda dengan karapan sapi madura ataupun event yang bersifat race lainnya, makepung mempunyai aturan yang sedikit unik. Pemenang lomba ini bukan hanya ditentukan dari siapa atau pasangan kerbau mana yang berhasil mencapai garis finish pertama kali saja, akan tetapi ditentukan juga dari jarak antar peserta yang sedang bertanding.
Artinya, seorang peserta akan dianggap sebagai pemenang bila ia menjadi yang terdepan saat mencapai finish dan mampu menjaga jarak dengan peserta di belakangnya, sejauh 10 meter.
Namun, bila pasangan kerbau yang berada di belakang bisa mempersempit jarak dengan peserta di depannya, menjadi kurang dari 10 meter, maka pasangan kerbau yang di belakang itulah yang akan keluar sebagai pemenang. Perlombaan diselesaikan dalam hitungan delapan sampai sepuluh menit dalam setiap race-nya.
Pacu Jawi di Tanah Minang
Di Tanah Minang Pacu Jawi atau yang disebut Pacu Sapi merupakan salah satu event budaya yang saat ini sangat dikenal dari Sumatera Barat. Pada mulanya pacu jawi dilakukan para petani dan masyarakat sekitar Tanah Datar untuk mengisi kegiatan setelah masa panen usai.
Pacu jawi ini biasanya diadakan 3 kali setahun di Tanah Datar. Kalau belum tahu banyak yang mengira pacu jawi ini di Madura, karena memang yang terkenal akan balapan sapinya hanyalah daerah Madura. Memang serupa tetapi tidak sama.
Perbedaan mencolok dari pacu jawi di Tanah Datar dengan karapan sapi Madura adalah lahan yang digunakan. Kalau karapan sapi menggunakan tanah datar sebagai arena, sedangkan pacu jawi menggunakan area sawah yang sudah basah. Sehingga kalau difoto tampak lebih dramatis dan banyak mendapatkan momen yang bagus.
pacujawi
Pacu jawi. (BARRY KUSUMA)
Filosofi dari pacu jawi ini adalah pemimpin dan rakyat bisa berjalan bersama. Inilah kenapa sapi yang dipakai untuk pacu Jawi ada dua ekor, dan pemenangnya tidak ditentukan siapa yang tercepat tetapi yang bisa berlari lurus seperti orang yang selalu dijalan lurus lebih tinggi nilainya. Yang unik pacu jawi dilepas sendirian dan tidak dipasang lawan. Konon cara ini dibuat agar tidak terjadi taruhan yang kerap terjadi pada setiap balapan.
Awalnya pacu jawi murni hiburan bagi para petani usai masa panen dan hal inilah yang membuat pacu jawi menarik, meriah, dan berbeda. Jokinya dibekali alat bajak pacu yang terbuat dari bambu sebagai alat berpijak sewaktu perlombaan dimulai. Ternyata alat tersebut merupakan salah satu peralatan yang digunakan petani untuk membajak sawah. Oleh karena keunikannya, pacu jawi kini menjadi salah satu ciri khas dari Sumatera Barat terutama untuk wilayah Tanah Datar dan Lima Puluh Kota

Tidak ada komentar:

Posting Komentar